Kuliah Lapangan I "Pengenalan Lapangan Ilmu Kebumian"
HASIL KUNJUNGAN KULIAH LAPANGAN I
Gambar 1. Anggota Kelompokku |
Koordinat : 49 L 0425598 / UTM
9113125
Waktu : 08.00 AM
Cuaca : Berawan
Materi 1 : Test Pit pada koordinat
(49 L 0425626 / UTM 9113045), alat – alat yang digunakan GPS, skop, cangkul,
dan cetok. Dengan lubang berukuran kurang lebih 1 × 1m, kedalaman 0,7 m yang sejajar garis pantai.
Pengambilan sampel pada bagian tanah yang sejajar dengan garis pantai,
pemisahan menggunakan cara Cone and
Quartring sampai mendapatkan sampel sekitar satu kilogram.
Gambar 3. Cone and Quartring
|
Materi 2 : Pemboran menggunakan Auger
Drill pada koordinat 49 L 0425583 / UTM 91133090, alat yang digunakan Auger
Drill dan GPS, Pemboran Seperti penarik tutup botol, diputar dengan tangan.
Contoh melekat pada spiral, dicabut pada interval tertentu (tiap 30 – 50 cm).
Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, pengambilan sampel sama dengan Test Pit yaitu menggunakan cara Cone and Quartring sampai mendapatkan berat satu kilogram.
Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, pengambilan sampel sama dengan Test Pit yaitu menggunakan cara Cone and Quartring sampai mendapatkan berat satu kilogram.
Gambar 4. Pemboran
Auger Drill
Materi 3 : Pengamatan batu Andesit
pada koordinat 49 L 0425617 / UTM 9113401, alat – alat yang digunakan palu
geologi, kompas, dan GPS. Batu andesit di parangkusumo mengalami pelapukan
fisik, dan terdapat rekahan – rekahan. vegetasi disekitarnya : palem (Arecaceae), pandan laut (Pandanus tectorius), cemara udang (Casuarina equisetifolia), kelapa (Cocos
nucifera), dan Siwalan atau Lontar (Borassus
flabellifer).
Gambar 5. Batu Andesit
Pembahasan
A.
Test Pit
Test
pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau
pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini
dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu
deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat
dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.Sumur uji ini umum dilakukan
pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan
endapan-endapan berlapis.
Pada
endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan
lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan
lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman
sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan
mineralisasi berupa urat (vein).
Pada
endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan
sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah,
zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal
masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan
bentuk endapan.
Pada
umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik
atau residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus
batuan dasar.
Pengeboran metode Test Pit :
·
Dilakukan dengan cara menggali tanah
secara manual
·
Untuk Kedalaman yang dangkal
·
Sulit digunakan pada tanah yang memiliki
muka air yang tinggi
·
Sangat sederhana dan relatif murah
·
Identifikasi dapat dilakukan secara
langsung
·
Jumlah contoh tanah berukuran besar
Pada
kuliah lapangan ini dilakukan dengan membuat sumur uji dengan ukuran 1 × 1
meter dengan kedalaman 0,7 meter, yang sejajar garis pantai dari hasil
pengamatan lapangan di dapatkan adanya perbedaan warna setiap perlapisan pasir
dengan ukuran panjang yang berbeda – beda.
Tabel 1. hasil pengamatan :
NO
|
Kedalaman
|
Deskripsi
|
1
|
0
– 5 cm
|
Abu
- abu
|
2
|
5
– 10 cm
|
Kehitaman
|
3
|
10
– 25 cm
|
Abu
- abu
|
4
|
25
– 27,5 cm
|
Putih
|
5
|
27,5
– 32,5 cm
|
Kehitaman
|
6
|
32,5
– 35 cm
|
Putih
|
7
|
35
– 50 cm
|
Abu
- abu
|
8
|
50
– 55 cm
|
Kehitaman
|
9
|
55
– 70 cm
|
Abu
kehitaman
|
B.
Auger Drill
Pengeboran
manual ( Auger Boring ) Metoda ini dipakai untuk eksplorasi
dangkal seperti placer deposit dan residual deposit. Metoda ini digunakan pada
tahapan eksplorasi rinci, namun ada kalanya secara acak dan setempat dilakukan
pada tahap eksplorasi tinjau, terutama pada subtahap prospeksi umum.
Pemboran
Spiral/Bor Spiral Auger Drilling Seperti penarik tutup notol, diputar dengan
tangan. Contoh melekat pada spiral, dicabut pada interval tertentu (tiap 30 –
50 cm). Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, baik untuk residual deposit
(bauxite, lateritic nickel) dan sebagainya.
·
Dilakukan dengan cara menekan dan
memutar auger masuk kedalam tanah dasar
·
Kemampuan terbatas hanya cocok untuk
pondasi dangkal
·
Tidak sesuai untuk pengeboran dibawah
muka air tanah
·
Sederhana, mudah dioprasikan dan
gangguan terhadap tanah minimal
C.
Batu Andesit
1. Pengertian
Batu Andesit
Batu
Andesit adalah salah satu jenis Batuan Beku yang terbentuk dari proses
pembekuan lelehan lava gunung merapi yang meletus. Lelehan Lava ini akan
membeku ketika temperatur lava turun hingga 900 – 1100˚C. Karena terbentuk di
permukaan bumi maka termasuk batu ekstrusif (vulkanik). Batu Andesit biasanya
berwarna abu – abu, hijau, merah atau jingga. Batu Andesit memiliki tekstur dan
permukaan halus namun tidak massive. Artinya baru ini memiliki rongga atau
lubang udara.
2. Ciri
– ciri batu Andesit
Proses terbentunya : Batuan ini berasal
dari lelehan lava gunung merapi yang meletus, batu Andesit terbentuk (membeku)
ketika temperatur lava yang meleleh turun antara 900 sampai dengan 1100˚C.
Merupakan jenis batuan Beku luar.
Warna : Agak gelap (abu – abu tua)
dengan fenokris – fenokris hornblende dalam bentuk jarum panjang.
Struktur : Scoria, Vesikular, Pillow
atau columnar.
Tekstur : Porphyritic karena lava yang
membentuk batu Andesit mengandung banyak phenocrysts (kristal / mineral yang
besar).
Kandungan mineral : Mineral batu yang
berukuran kecil dan berwarna hitam disebut mineral biotite dan yang berwarna
putih disebut potassium feldspar. Hornblende
dan pyroxen adalah mineral – mineral gelap lainnya yang terdapat pada
batuan Andesit. Batuan Andesit mempunyai lebih dari 20 persen kandungan kuarsa
dan yang terbanyak adalah mineral plagioklas, walaupun mineral – mineral ini
kadang hanya terlihat dibawah miskroskop.
3. Pelapukan
Batuan Andesit
Pelapukan
yang terjadi pada batuan Andesit di parangkusumo merupakan pelapukan fisik. Pelapukan
fisis adalah proses pelapukan batuan yang menyekan sesuatu bongkah batuan
mengalami penghancuran menjadi butir-butir atau pecahan-pecahan yang lebih
kecil tanpa perubahan sifat. Pelapukan fisis disebut juga pelapukan mekanis.
Ada 5 faktor yang memegang peranan penting dalam pelapukan fisis, yaitu
a.
Pemuaian batuan akibat berkurangnya beban.
Proses ini terjadi pada batuan yang
semula tertimbun di dalam lapisan kulit bumi oleh lapisan batuan lain. Kemudian
batuan yang menimbuninya sedikit demi sedikit tererosi, sehingga ketebalannya
berkurang, yang berarti tekanan terhadap lapisan batuan yang ada di bawahnya
semakin berkurang. Oleh peristiwa itu batuan tadi mengalami pemuaian dan
terjadilah retakan-retakan yang makin lama makin bertambah lebar, sehingga
memungkinkan batuan tersebut terpecah-pecah. Salah satu contohnya adalah yang
terjadi pada batuan granit yaitu sejenis batuan beku dalam yang mempunyai
struktur berlapis-lapis atau retak-retak setelah tersingkap di permukaan bumi.
b. Pembentukan kristal-kristal dalam
celah-celah atau lapisan-lapisan batuan. Proses ini terjadi di daerah beriklim
dingin. Di daerah ini suhu udara pada siang hari panas, sehingga yang ada pada celah-celah
batuan dalam bentuk cair. Pada malam hari suhu turun sampai beberapa derajat di
bawah nol. Penurunan suhu yang demikian maka air tadi membeku menjadi kristal
es.
c.
Perubahan suhu.
Perubahan suhu selain dari erat
kaitannya dengan pembentukan kristal-kristal es seperti telah dikemukakan
berpengaruh pula terhadap pelapukan batuan dalam bentuk lain. Perubahan suhu
dalam hal ini tidak perlu sampai mencapai titik beku. Batuan terdiri dari
kristal-kristal yang berbeda koefisien pemuaiannya (besarnya pemuaian setiap
ditingkatkan panasnya 10˚C). oleh karena itu kalua suhunya naik maka pemuaian
kristal-kristal pembentuk batuan tidak sama. Demikian pula kalau suhunya turun
maka pengkerutannya tidak sama. Oleh karena sering terjadi perubahan suhu
hubungan antara kristal-kristal pada bagian luar batuan menjadi longgar,
akhirnya retak-retak dan mengelupas. Pengelupasan ini disebut exfoliasi massa.
Apabila kristal-kristal pembentuk batuan itu lepas-lepas menjadi butir-butir
yang terpisah-pisah maka prosesnya disebut exfoliasi peristiwa itu tidak
terjadi karena perubahan suhu tidak mempengaruhinya.
d.
Kegiatan organisme
Pengaruh organisme terhadap pelapukan
fisis tidak besar. Yang dimaksud dengan organisme disini adalah
tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Pengaruh akar, tumbuh-tumbuhan terhadap
pelapukan batuan telah diuraikan pada bagian yang lalu. Disini hanya akan
ditegaskan bahwa pengaruh tumbuh-tumbuhan tidak terbatas hanya pada
tumbuh-tumbuhan berakar besar dan panjang, karena akar lumut pun mampu melapukan
batuan. Misalnya lumut yang tumbuh di atas batuan yang terletak di tempat lem,
akan menyekan terjadinya exfoliasi masa pada bagian luar batuan tersebut.
e. Penarikan oleh koloid-koloid tanah.
Koloid tanah ialah bahan mineral dan
bahan organisme yang sangat halus, sehingga mempunyai luas permukaan yang
sangat tinggi persatuan berat. Koloid berasal dari kata Yunani yang berarti
seperti lem. Yang termasuk ke dalam koloid tanah adalah liat (koloid anorganik)
dan humus (koloid organik). Karena kemampuannya untuk manarik butir-butir
batuan lain, maka apabila koloid ini berdampingan dengan batuan induk maka
bagian luar batuan itu akan tertarik oleh koloid-koloid tanah menjadi
bagian-bagian kecil sehingga terlepas dari kesatuannya. Partikel-partikel koloid
yang sangat halus disebut micell (micro
cel) umumnya bermuatan listrik negatif. Apabila bersentuhan dengan ion-ion
bermuatan listrik negatif (kation), maka kation tersebut akan tertarik. Dengan
proses demikian maka bagian luar dari batuan induk akan tercerai berai menjadi
butir-butir kecil.
4. Kekar
pada Batuan Andesit
Batuan
Andesit di parangkusumo juga mengalami kekar. Kekar adalah struktur rekahan
atau retakan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya yang bekerja pada batuan
tersebut dan belum mngalami pergeseran. Kekar yang umumnya dijumpai pada batuan
adalah sebagai berikut:
1) Kekar Gerus (Shear Joint) Retakan atau rekahan yang membentuk pola saling
berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama.
2) Tension
Joint Retakan atau rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama,
umumnya berbentuk rekahan terbuka.
3) Extension
Joint Retakan atau rekahan yang berpola tegak lurus dengan arah gaya utama
dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
2. Gumuk Pasir
Gambar 6. Lokasi Gumuk Pasir
Hasil Kunjungan
Koordinat
: 49 L 0424814 / UTM 9113699
Waktu
: 10.48 AM
Cuaca
: Cerah
Secara
global gumuk pasir merupakan bentuklahan bentukan asal proses angin (aeolian). Faktor
– faktor pembentukan Gumuk Pasir:
·
Angin (arah dan kekuatan)
·
Material
·
Penghalang (gunung)
·
Vegetasi (penghambat pembentukan)
Bentuk
– bentuk Gumuk Pasir : bulan sabit, bintang, dan sisir
Vegetasi
: Cemara Udang (Casuarina equisetifolia),
Jambu Mente (Anacardium occidentale),
dan Akasia (Acacia)
Pembahasan
A.
Pengertian Gumuk Pasir
Gumuk pasir adalah sebuah bentukan alam
karena proses angin yang berbentuk bukit berpasir. Istilah gumuk sendiri
berasal dari bahasa Jawa yang berarti gundukan atau sesuatu yang menyembul dari
permukaan yang datar. Biasanya gumuk pasir terdapat di daerah – daerah dengan
curah hujan yang sangat rendah atau gurun. Untuk satu meter tinggi gumuk pasir
membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun, oleh se itu proses terbentuknya gumuk
pasir membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan hingga beribu-ribu tahun. Gumuk
Pasir dapat terbentuk apabila suatu daerah telah memenuhi syarat untuk
terbentuknya gumuk pasir. Adapun syarat untuk terbentuknya gumuk pasir sebagai
berikut:
a. Adanya
material pasir dalam jumlah yang banyak.
Gumuk pasir
pada suatu tempat dapat terbentuk apabila dalam suatu kawasan tersebut terdapat
pasir dalam jumlah yang sangat banyak.
b. Adanya
angin yang berhembus.
Pasir
dengan ukuran tertentu akan terkikis dan terbawa terbang.
c. Adanya
penghalang dan daratan.
Penghalang dan daratan digunakan untuk
tempat jatuhnya butiran pasir yang terbawa oleh hembusan angin dan membentuk tipe-tipe
gumuk pasir.
B.
Proses Terbentuknya Gumuk Pasir di Pantai Parangtritis
Gumuk pasir di Pantai Parangtritis
membentang sepanjang 15,7 km dari hilir Sungai Opak menuju Pantai Parangtritis.
Penampakan gumuk pasir diPantai Parangtritis sudah dapat terlihat 200 meter
dari Pantai Parangtritis. Proses terbentuknya gumuk pasir membutuhkan waktu
yang sangat lama bahkan hingga ribuan tahun se tinggi satu meter gumuk pasir
membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun. Material penyusun gumuk pasir di
Pantai Parangtritis berwarna kecoklatan dan sangat halus. Walaupun tidak
tergolong dalam wilayah yang arid (kering) atau gurun, bahkan berada di wilayah
tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi, tetapi di Pantai Parangtritis
telah memenuhi syarat- syarat untuk terbentuknya sebuah gumuk pasir. Adapun
syarat-syarat yang telah dipenuhi untuk terbentuknya gumuk pasir di Pantai
Parangtritis sebagai berikut;
a. Adanya
material pasir dalam jumlah yang banyak.
Syarat ini dipenuhi oleh suplai sedimen
vulkanik dari Gunung Merapi yang diangkut dan terakumulasi secara terus-menerus
di muara oleh Sungai Opak dan Progo yang
terletak di sebelah Timur dan sebelah Barat Pantai Parangtritis.
b. Adanya
angin yang berhembus.
Syarat ini
terpenuhi seperti halnya di daerah-daerah Pantai pada umumnya, yang dapat
dianggap kekhasan dari arah dan kekuatan angin di Pantai Parangtritis. Dengan
kekuatan yang relatif lebih besar dibandingkan daerah Pantai lainnya. Hal ini
kemungkinan disekan oleh adanya morfologi tebing curam (Tebing Agung) di
sebelah Selatan, yang melatar belakangi Pantai Parangtritis.
c. Adanya
angin yang berhembus.
Syarat ini
terpenuhi dengan terdapatnya kumpulan berbagai jenis tumbuhan atau vegetasi
yang tersebar di pesisir dan daratan Pantai Parangtritis, yang digunakan
sebagai tempat bertumpuknya pasir-pasir.
Gumuk pasir
terbentuk karena adanya proses angin. Secara garis besar proses terbentuknya
gumuk pasir di Pantai Parangtritis karena adanya Gunung Merapi (material
vulkanik), Sungai Opak dan Progo, serta hembusan angin. Adapun proses
terbentuknya gumuk pasir di Pantai Parangtritis sebagai berikut:
1.
Material Gunung Merapi
Gunung
Merapi memiliki ketinggian 2968 meter dpl (kondisi tahun 2001) atau 3079 meter
di atas kota Yogyakarta. Gunung Merapi terletak pada 7°32,5' Lintang Selatan
dan 110°26,5' Bujur Timur sehingga secara administratif gunung ini termasuk di
wilayah Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten. Gunung api ini disebut-sebut
sebagai gunung api yang paling aktif di seluruh dunia. Gunung tersebut secara
berkala mengeluarkan materialnya dari perut bumi. Akibat proses erosi dan gerak
massa batuan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai kecil, misalnya
pada Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian
mengalirkan material tersebut hingga ke Pantai Selatan.
2.
Sungai Opak dan Progo
Pembentukan gumuk pasir pada Pantai Selatan dipengaruhi
oleh adanya beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Opak pada bagian Timur dan
Sungai Progo pada bagian Barat. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
material dari Gunung Merapi terbawa oleh aliran Sungai di sekitarnya,
Sungai-Sungai tersebut kemudian menyatu membentuk orde Sungai yang lebih besar
hingga menyatu membentuk Sungai Opak dan Progo. Setelah material pasir sampai
ke laut, mendapat interverensi dari ombak laut Selatan sehingga material
mengendap pada pesisir Pantai Selatan. Pada Pantai Selatan Jawa, material
tersebut tidak diendapkan pada bagian depan dari Sungai yang pada akhirnya
membentuk delta, hal ini disekan karena kuatnya arus dan gelombang laut Pantai
Selatan yang dapat mencapai 2-5 m serta arahnya yang berasal dari tenggara
menyekan material terendapkan pada bagian Barat Sungai Opak.
3.
Hembusan Angin
Sebelum pasir dapat terkikis dan dibawa
terbang oleh angin. Pasir yang berada di pesisir masih dalam kondisi basah oleh
sinar matahari ( bersuhu 20 antara 27oC). Pasir yang berada di pesisir Pantai Parangtritis
akan mengalami proses pengeringan oleh sinar matahari berlangsung hingga 1
sampai 2 hari.
Angin yang ada di Pantai Parangtritis
berasal dari Samudera Hindia. Akan tetapi kekuatan angin di Pantai Parangtritis
yang sangat kuat tersebut bukan hanya disekan oleh angin yang berasal dari
Samudra Hindia. Dapat dilihat disebelah Selatan Pantai Parangtritis terdapat
Tebing Agung berbatu kapur. Angin dari Samudra Hindia yang menuju tebing
tersebut akan dibelokkan menuju Pantai Parangtritis. Disini akan terjadi
pertemuan antara angin belokkan dari tebing dengan angin yang langsung dari
Samudra Hindia, sehingga menyekan energi angin yang sangat kuat di Pantai
Parangtritis. Kecepatan angin di Pantai Parangtritis mencapai 5,24 m/s dengan kemampuan untuk mengikis dan
menerbangkan pasir berdiameter kurang dari 0,25 mm. Kecepatan angin tersebut mampu menerbangkan
pasir sejauh 15,7 km dari tempat semula. Pasir tersebut akan diterbangkan dan
mengikuti arah angin ke arah Barat laut kemudian pasir tersebut dijatuhkan atau
menabrak pepohonan di pesisir Pantai Parangtritis dan sepanjang tepi Sungai
Opak. Proses diatas akan terjadi secara
terus menerus hingga terbentuklah gumuk pasir atau sand dunes di Pantai
Parangtritis.
5. Tipe
Tipe Gumuk Pasir di Pantai Parangtitis
Tipe-tipe gumuk pasir di Pantai
Parangtritis dipengaruhi oleh kerja dari angin dan keadaan alam sekitar. Angin
yang berada di Pantai Parangtritis ada dua jenis yaitu angin yang berasal dari
laut ke darat dan darat ke laut. Disepanjang pesisir Pantai Parangtritis
terdapat banyak tumbuhan sebagai penghalang terbang butiran-butiran pasir.
Adapun tipe-tipe gumuk pasir di Pantai Parangtritis sebagai berikut:
a. Gumuk
Pasir tipe Memanjang (Longitudilnal Dunes)
Gumuk pasir tipe memanjang (longitudinal
dunes) adalah gumuk pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah
dari gumuk pasir tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini
berkembang karena berubahnya arah angin dan terdapat celah diantara bentukan
gumuk pasir awal, sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi
sehingga menjadi lebih lebar dan memanjang.
b. Gumuk
Pasir tipe Bulan Sabit (Barchanoid Dunes)
Gumuk pasir
ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang banyak
memiliki penghalang. Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin
lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi
angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetris. Ketinggian
gumuk pasir barchan umumnya antara 5 – 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses
eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan atau penghalang lainnya
sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin
lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng.
No
|
Tipe gumuk pasir
|
Jumlah
|
1
|
Memanjang
|
3
|
2
|
Bulan Sabit
|
7
|
Total
|
10
|
3. Parangwedang
Hasil Kunjungan
Koordinat
: 49 L 0426013 / UTM 9113307
Waktu
: 01.15 PM
Cuaca
: Cerah
Jumlah
sumber air panas : ada 2 lubang yang kedalamannya sekitar
600
– 700 meter
Suhu
air panas : 43 - 49˚ C di permukaan dan 115˚C di bawah permukaan
PH
: netral yaitu 7 yang mengandung unsur sulfur
Vegetasi
: Beringin (Ficus benjamina), Akasia
(Acacia), Pisang (Musa paradisiaca), dan Jambu Mente (Anacardium occidentale)
Gambar 7. Sumber Air
Panas Parangwedang
Pembahasan
Menurut
Idral, dkk (2008), pola struktur geologi yang terdapat di daerah Parangtritis
sebagian besar berkaitan dengan gejala-gejala tektonik yang pernah berlangsung
pada Java Trench dan pembentukan
sistem pegunungan di selatan Jawa. Struktur yang ada di da-erah Parangtritis
adalah Sesar Normal (Bantul, Bambang Lipuro dan Mudal), Sesar Mendatar
(Parangkusumo, Soka Nambangngan dan Siluk) dan kekar-kekar, dengan orientasi
sesar SE-NW dan NE-SW. Sesar Parangkusumo yang berarah N 300˚ W menunjam 80˚ ke
baratdaya, merupakan sesar penting yang mengontrol munculnya Sumber Mata Air
Panas Parangwedang
Kondisi
Keairan Sumber Air Panas Parangwedang, hidrogeologi daerah Parangtritis ditentukan
oleh keadaan iklim dan geologi atau geomorfologi daerah tersebut. Atas dasar
itu maka daerah Parangtritis dapat dibagi menjadi 3 satuan hidrogeologi.
1. Daerah yang dilalui Sungai Oyo dan
sungai Opak dengan material endapan fluvial yang porous.
2. Daerah alluvial pantai dan
gumuk-gumuk pasir, di mana hujan sebagian besar meresap ke dalam tanah yang
porus menjadi airtanah.
3. Daerah topografi Karst di atas
Perbukitan Sewu dengan kenam-pakan khusus, seperti berkembang-nya rongga-rongga
pelarutan, aliran air yang tiba-tiba hilang serta sistem drainase bawah tanah.
Di
samping karakteristik hidrogeologi di atas, dijumpai mata air panas di
Parangwedang yang merupakan fissure hot
spring akibat pengaruh Sesar
Parangkusumo dan adanya airtanah yang terpanaskan oleh sumber panas (magma)
atau yang berhubungan dengan gejala post
volcanic. Batuan panas ini diperkirakan akibat intrusi batuan beku yang ada
di sekitarnya.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan ada 2 mata air panas yang muncul disertai gelembung - gelembung
gas dan ditampung dalam kolam penampung air panas yang mempunyai luas 8 x 9 m,
warna air di kolam tersebut hijau, dikarenakan banyaknya ganggang atau algae.
Dari
hasil pengukuran langsung di lapangan pada mata air panas tersebut bersuhu 44˚
C, tidak berwarna, sedikit asin, mempunyai pH kurang lebih 7,8 dengan kesadahan
1.795 mg/l.
Gambar 8. Lokasi Parangendog
|
Hasil Kunjungan
Koordinat
: 49 L 0426773 / UTM 9112764
Waktu
: 13.40
Cuaca
: Cerah Berawan
Vegetasi
: Waru (Hibiscus tiliaceus), Pandan laut (Pandanus
odorifer), dan Kelapa (Cocos nucifera)
Tipe
: pantai dalam
Deskrifsi
: Bongkah batuan di Parangendog akibat dari abrasi air laut yang timbul karena
runtuhnya dinding pelapisan batuan sedimen (gamping).
Pembahasan
Abrasi
yang terjadi di kawasan karst membentuk bentuk lahan residual hasil proses
marin (Mutaqin dkk, 2012). Bentukkan ini antaranya adalah stack (runtuhan
batuan di dasar cliff), teras marin (marine
terrace), pelataran pantai, gerongan pantai (marine nocth), dan pelengkung laut (sea arc). Keberadaan sesar dan kekar pada batuan gamping yang
membentuk cliff menyekan adanya
perbedaan resistensi batuan sehingga menyekan terbentuknya tanjung dan teluk.
Energi gelombang yang datang menuju tanjung dan teluk tidaklah sama besar. Hal
ini karena pada tanjung terjadi konvergensi gelombang yang menyekan terjadinya
konsentrasi gelombang datang, sedangkan pada teluk terjadi divergensi gelombang
sehingga tidak terjadi konsentrasi gelombang datang. Oleh karena itu, maka
bentukkan yang terjadi pada keduanya menjadi berbeda, di mana pada teluk
terbentuk gisik saku (pocket beach)
akibat terjadinya deposisi marin dan pada tanjung terjadi proses erosi marin
(abrasi).
Pantai
dengan morfologi teluk memiliki bahaya gelombang hempasan akibat refleksi
gelombang. Gelombang refleksi ini tidak hanya dapat terjadi pada gelombang
datang saja tetapi dapat pula terjadi pada gelombang tsunami yang sampai di
teluk. Selain itu, pada morfologi teluk sering terjadi arus balik (rip current). Arus balik adalah aliran
balik terkonsentrasi melewati jalur sempit yang mengalir kuat kearah laut dari
zona empasan melintasi gelombang pecah hingga ada di laut lepas-pantai
(Sunarto, 2003).
Keterdapatan
arus balik dipengaruhi oleh topografi lepas pantai yang umumnya terdapat di
perairan pantai dengan tinggi gelombang pecah yang rendah dan di perairan dekat
pantai yang mengalami pemencara gelombang akibat refraksi gelombang.
Selain
dapat terjadi di morfologi teluk, arus ini dapat terjadi pula di morfologi
tanjung apabila terdapat gosong yang berbentuk bulan sabit (crescen-tic bar) yang sejajar dengan
gisik pantai yang memiliki bentuk seperti bulan sabit (crescentic beach). Namun demikian, arus balik tidak akan terjadi
apabila terdapat gosong lurus (linear bar)
di depan pantai.
Mantap
BalasHapusmantap
BalasHapus