Kuliah Lapangan I "Pengenalan Lapangan Ilmu Kebumian"




HASIL KUNJUNGAN KULIAH LAPANGAN I
Gambar 1. Anggota Kelompokku

1. Parangkusumo
              Koordinat : 49 L 0425598 / UTM 9113125
              Waktu : 08.00 AM
Cuaca : Berawan 
Materi 1 : Test Pit pada koordinat (49 L 0425626 / UTM 9113045), alat – alat yang digunakan GPS, skop, cangkul, dan cetok. Dengan lubang berukuran kurang lebih 1 × 1m,    kedalaman 0,7 m yang sejajar garis pantai. Pengambilan sampel pada bagian tanah yang sejajar dengan garis pantai, pemisahan  menggunakan cara Cone and Quartring sampai mendapatkan sampel sekitar satu kilogram.
 
Gambar 2. Test Pit



Gambar 3. Cone and Quartring

Materi 2 : Pemboran menggunakan Auger Drill pada koordinat 49 L 0425583 / UTM 91133090, alat yang digunakan Auger Drill dan GPS, Pemboran Seperti penarik tutup botol, diputar dengan tangan. Contoh melekat pada spiral, dicabut pada interval tertentu (tiap 30 – 50 cm).
Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, pengambilan sampel sama dengan Test Pit yaitu menggunakan cara Cone and Quartring sampai mendapatkan berat satu kilogram.


Gambar 4. Pemboran Auger Drill

Materi 3 : Pengamatan batu Andesit pada koordinat 49 L 0425617 / UTM 9113401, alat – alat yang digunakan palu geologi, kompas, dan GPS. Batu andesit di parangkusumo mengalami pelapukan fisik, dan terdapat rekahan – rekahan. vegetasi disekitarnya : palem (Arecaceae), pandan laut (Pandanus tectorius), cemara udang (Casuarina equisetifolia), kelapa  (Cocos nucifera), dan Siwalan atau Lontar (Borassus flabellifer).



Gambar 5.  Batu Andesit


Pembahasan
A. Test Pit
       Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
       Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
       Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
       Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.


Pengeboran metode Test Pit :
·         Dilakukan dengan cara menggali tanah secara manual
·         Untuk Kedalaman yang dangkal
·         Sulit digunakan pada tanah yang memiliki muka air yang tinggi
·         Sangat sederhana dan relatif murah
·         Identifikasi dapat dilakukan secara langsung
·         Jumlah contoh tanah berukuran besar
       Pada kuliah lapangan ini dilakukan dengan membuat sumur uji dengan ukuran 1 × 1 meter dengan kedalaman 0,7 meter, yang sejajar garis pantai dari hasil pengamatan lapangan di dapatkan adanya perbedaan warna setiap perlapisan pasir dengan ukuran panjang yang berbeda – beda.

Tabel 1. hasil pengamatan :
NO
Kedalaman
Deskripsi
1
0 – 5 cm
Abu - abu
2
5 – 10 cm
Kehitaman
3
10 – 25 cm
Abu - abu
4
25 – 27,5 cm
Putih
5
27,5 – 32,5 cm
Kehitaman
6
32,5 – 35 cm
Putih
7
35 – 50 cm
Abu - abu
8
50 – 55 cm
Kehitaman
9
55 – 70 cm
Abu kehitaman
  

B. Auger Drill
       Pengeboran manual ( Auger Boring ) Metoda ini dipakai untuk eksplorasi dangkal seperti placer deposit dan residual deposit. Metoda ini digunakan pada tahapan eksplorasi rinci, namun ada kalanya secara acak dan setempat dilakukan pada tahap eksplorasi tinjau, terutama pada subtahap prospeksi umum.
       Pemboran Spiral/Bor Spiral Auger Drilling Seperti penarik tutup notol, diputar dengan tangan. Contoh melekat pada spiral, dicabut pada interval tertentu (tiap 30 – 50 cm). Hanya sampai kedalaman beberapa meter saja, baik untuk residual deposit (bauxite, lateritic nickel) dan sebagainya.
·         Dilakukan dengan cara menekan dan memutar auger masuk kedalam tanah dasar
·         Kemampuan terbatas hanya cocok untuk pondasi dangkal
·         Tidak sesuai untuk pengeboran dibawah muka air tanah
·         Sederhana, mudah dioprasikan dan gangguan terhadap tanah minimal

    C. Batu Andesit
1.      Pengertian Batu Andesit
       Batu Andesit adalah salah satu jenis Batuan Beku yang terbentuk dari proses pembekuan lelehan lava gunung merapi yang meletus. Lelehan Lava ini akan membeku ketika temperatur lava turun hingga 900 – 1100˚C. Karena terbentuk di permukaan bumi maka termasuk batu ekstrusif (vulkanik). Batu Andesit biasanya berwarna abu – abu, hijau, merah atau jingga. Batu Andesit memiliki tekstur dan permukaan halus namun tidak massive. Artinya baru ini memiliki rongga atau lubang udara.
2.      Ciri – ciri batu Andesit
Proses terbentunya : Batuan ini berasal dari lelehan lava gunung merapi yang meletus, batu Andesit terbentuk (membeku) ketika temperatur lava yang meleleh turun antara 900 sampai dengan 1100˚C. Merupakan jenis batuan Beku luar.
Warna : Agak gelap (abu – abu tua) dengan fenokris – fenokris hornblende dalam bentuk jarum panjang.
Struktur : Scoria, Vesikular, Pillow atau columnar.
Tekstur : Porphyritic karena lava yang membentuk batu Andesit mengandung banyak phenocrysts (kristal / mineral yang besar).
Kandungan mineral : Mineral batu yang berukuran kecil dan berwarna hitam disebut mineral biotite dan yang berwarna putih disebut potassium feldspar. Hornblende dan pyroxen adalah mineral – mineral gelap lainnya yang terdapat pada batuan Andesit. Batuan Andesit mempunyai lebih dari 20 persen kandungan kuarsa dan yang terbanyak adalah mineral plagioklas, walaupun mineral – mineral ini kadang hanya terlihat dibawah miskroskop.
3.      Pelapukan Batuan Andesit
       Pelapukan yang terjadi pada batuan Andesit di parangkusumo merupakan pelapukan fisik. Pelapukan fisis adalah proses pelapukan batuan yang menyekan sesuatu bongkah batuan mengalami penghancuran menjadi butir-butir atau pecahan-pecahan yang lebih kecil tanpa perubahan sifat. Pelapukan fisis disebut juga pelapukan mekanis. Ada 5 faktor yang memegang peranan penting dalam pelapukan fisis, yaitu
a.   Pemuaian batuan akibat berkurangnya beban.
Proses ini terjadi pada batuan yang semula tertimbun di dalam lapisan kulit bumi oleh lapisan batuan lain. Kemudian batuan yang menimbuninya sedikit demi sedikit tererosi, sehingga ketebalannya berkurang, yang berarti tekanan terhadap lapisan batuan yang ada di bawahnya semakin berkurang. Oleh peristiwa itu batuan tadi mengalami pemuaian dan terjadilah retakan-retakan yang makin lama makin bertambah lebar, sehingga memungkinkan batuan tersebut terpecah-pecah. Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada batuan granit yaitu sejenis batuan beku dalam yang mempunyai struktur berlapis-lapis atau retak-retak setelah tersingkap di permukaan bumi.

b. Pembentukan kristal-kristal dalam celah-celah atau lapisan-lapisan batuan. Proses ini terjadi di daerah beriklim dingin. Di daerah ini suhu udara pada siang hari panas, sehingga yang ada pada celah-celah batuan dalam bentuk cair. Pada malam hari suhu turun sampai beberapa derajat di bawah nol. Penurunan suhu yang demikian maka air tadi membeku menjadi kristal es.

c.   Perubahan suhu.
Perubahan suhu selain dari erat kaitannya dengan pembentukan kristal-kristal es seperti telah dikemukakan berpengaruh pula terhadap pelapukan batuan dalam bentuk lain. Perubahan suhu dalam hal ini tidak perlu sampai mencapai titik beku. Batuan terdiri dari kristal-kristal yang berbeda koefisien pemuaiannya (besarnya pemuaian setiap ditingkatkan panasnya 10˚C). oleh karena itu kalua suhunya naik maka pemuaian kristal-kristal pembentuk batuan tidak sama. Demikian pula kalau suhunya turun maka pengkerutannya tidak sama. Oleh karena sering terjadi perubahan suhu hubungan antara kristal-kristal pada bagian luar batuan menjadi longgar, akhirnya retak-retak dan mengelupas. Pengelupasan ini disebut exfoliasi massa. Apabila kristal-kristal pembentuk batuan itu lepas-lepas menjadi butir-butir yang terpisah-pisah maka prosesnya disebut exfoliasi peristiwa itu tidak terjadi karena perubahan suhu tidak mempengaruhinya.

d.   Kegiatan organisme
Pengaruh organisme terhadap pelapukan fisis tidak besar. Yang dimaksud dengan organisme disini adalah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Pengaruh akar, tumbuh-tumbuhan terhadap pelapukan batuan telah diuraikan pada bagian yang lalu. Disini hanya akan ditegaskan bahwa pengaruh tumbuh-tumbuhan tidak terbatas hanya pada tumbuh-tumbuhan berakar besar dan panjang, karena akar lumut pun mampu melapukan batuan. Misalnya lumut yang tumbuh di atas batuan yang terletak di tempat lem, akan menyekan terjadinya exfoliasi masa pada bagian luar batuan tersebut.

e.   Penarikan oleh koloid-koloid tanah.
Koloid tanah ialah bahan mineral dan bahan organisme yang sangat halus, sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat. Koloid berasal dari kata Yunani yang berarti seperti lem. Yang termasuk ke dalam koloid tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik). Karena kemampuannya untuk manarik butir-butir batuan lain, maka apabila koloid ini berdampingan dengan batuan induk maka bagian luar batuan itu akan tertarik oleh koloid-koloid tanah menjadi bagian-bagian kecil sehingga terlepas dari kesatuannya. Partikel-partikel koloid yang sangat halus disebut micell (micro cel) umumnya bermuatan listrik negatif. Apabila bersentuhan dengan ion-ion bermuatan listrik negatif (kation), maka kation tersebut akan tertarik. Dengan proses demikian maka bagian luar dari batuan induk akan tercerai berai menjadi butir-butir kecil.
4.      Kekar pada Batuan Andesit
       Batuan Andesit di parangkusumo juga mengalami kekar. Kekar adalah struktur rekahan atau retakan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mngalami pergeseran. Kekar yang umumnya dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:
1) Kekar Gerus (Shear Joint) Retakan atau rekahan yang membentuk pola saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama.
2) Tension Joint Retakan atau rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama, umumnya berbentuk rekahan terbuka.
3) Extension Joint Retakan atau rekahan yang berpola tegak lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka. 

2. Gumuk Pasir


Gambar 6. Lokasi Gumuk Pasir

Hasil Kunjungan
Koordinat : 49 L 0424814 / UTM 9113699
Waktu : 10.48 AM
Cuaca : Cerah
Secara global gumuk pasir merupakan bentuklahan bentukan asal proses angin (aeolian). Faktor – faktor pembentukan Gumuk Pasir:
·         Angin (arah dan kekuatan)
·         Material
·         Penghalang (gunung)
·         Vegetasi (penghambat pembentukan)
Bentuk – bentuk Gumuk Pasir : bulan sabit, bintang, dan sisir
Vegetasi : Cemara Udang (Casuarina equisetifolia), Jambu Mente (Anacardium occidentale), dan Akasia (Acacia)

Pembahasan
A. Pengertian Gumuk Pasir
     Gumuk pasir adalah sebuah bentukan alam karena proses angin yang berbentuk bukit berpasir. Istilah gumuk sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti gundukan atau sesuatu yang menyembul dari permukaan yang datar. Biasanya gumuk pasir terdapat di daerah – daerah dengan curah hujan yang sangat rendah atau gurun. Untuk satu meter tinggi gumuk pasir membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun, oleh se itu proses terbentuknya gumuk pasir membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan hingga beribu-ribu tahun. Gumuk Pasir dapat terbentuk apabila suatu daerah telah memenuhi syarat untuk terbentuknya gumuk pasir. Adapun syarat untuk terbentuknya gumuk pasir sebagai berikut:
a. Adanya material pasir dalam jumlah yang banyak.
Gumuk pasir pada suatu tempat dapat terbentuk apabila dalam suatu kawasan tersebut terdapat pasir dalam jumlah yang sangat banyak. 
b. Adanya angin yang berhembus.
Pasir dengan ukuran tertentu akan terkikis dan terbawa terbang.
c. Adanya penghalang dan daratan.
     Penghalang dan daratan digunakan untuk tempat jatuhnya butiran pasir yang terbawa oleh hembusan angin dan membentuk tipe-tipe gumuk pasir.  

B. Proses Terbentuknya Gumuk Pasir di Pantai Parangtritis
     Gumuk pasir di Pantai Parangtritis membentang sepanjang 15,7 km dari hilir Sungai Opak menuju Pantai Parangtritis. Penampakan gumuk pasir diPantai Parangtritis sudah dapat terlihat 200 meter dari Pantai Parangtritis. Proses terbentuknya gumuk pasir membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan hingga ribuan tahun se tinggi satu meter gumuk pasir membutuhkan waktu kurang lebih 30 tahun. Material penyusun gumuk pasir di Pantai Parangtritis berwarna kecoklatan dan sangat halus. Walaupun tidak tergolong dalam wilayah yang arid (kering) atau gurun, bahkan berada di wilayah tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi, tetapi di Pantai Parangtritis telah memenuhi syarat- syarat untuk terbentuknya sebuah gumuk pasir. Adapun syarat-syarat yang telah dipenuhi untuk terbentuknya gumuk pasir di Pantai Parangtritis sebagai berikut;
a. Adanya material pasir dalam jumlah yang banyak.
     Syarat ini dipenuhi oleh suplai sedimen vulkanik dari Gunung Merapi yang diangkut dan terakumulasi secara terus-menerus di muara oleh Sungai  Opak dan Progo yang terletak di sebelah Timur dan sebelah Barat Pantai Parangtritis.
b. Adanya angin yang berhembus.
Syarat ini terpenuhi seperti halnya di daerah-daerah Pantai pada umumnya, yang dapat dianggap kekhasan dari arah dan kekuatan angin di Pantai Parangtritis. Dengan kekuatan yang relatif lebih besar dibandingkan daerah Pantai lainnya. Hal ini kemungkinan disekan oleh adanya morfologi tebing curam (Tebing Agung) di sebelah Selatan, yang melatar belakangi Pantai Parangtritis.
c. Adanya angin yang berhembus.
Syarat ini terpenuhi dengan terdapatnya kumpulan berbagai jenis tumbuhan atau vegetasi yang tersebar di pesisir dan daratan Pantai Parangtritis, yang digunakan sebagai tempat bertumpuknya pasir-pasir.
Gumuk pasir terbentuk karena adanya proses angin. Secara garis besar proses terbentuknya gumuk pasir di Pantai Parangtritis karena adanya Gunung Merapi (material vulkanik), Sungai Opak dan Progo, serta hembusan angin. Adapun proses terbentuknya gumuk pasir di Pantai Parangtritis sebagai berikut:
1.      Material Gunung Merapi
Gunung Merapi memiliki ketinggian 2968 meter dpl (kondisi tahun 2001) atau 3079 meter di atas kota Yogyakarta. Gunung Merapi terletak pada 7°32,5' Lintang Selatan dan 110°26,5' Bujur Timur sehingga secara administratif gunung ini termasuk di wilayah Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten. Gunung api ini disebut-sebut sebagai gunung api yang paling aktif di seluruh dunia. Gunung tersebut secara berkala mengeluarkan materialnya dari perut bumi. Akibat proses erosi dan gerak massa batuan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai kecil, misalnya pada  Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian mengalirkan material tersebut hingga ke Pantai Selatan.
2.      Sungai Opak dan Progo
     Pembentukan gumuk pasir pada Pantai Selatan dipengaruhi oleh adanya beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Opak pada bagian Timur dan Sungai Progo pada bagian Barat. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa material dari Gunung Merapi terbawa oleh aliran Sungai di sekitarnya, Sungai-Sungai tersebut kemudian menyatu membentuk orde Sungai yang lebih besar hingga menyatu membentuk Sungai Opak dan Progo. Setelah material pasir sampai ke laut, mendapat interverensi dari ombak laut Selatan sehingga material mengendap pada pesisir Pantai Selatan. Pada Pantai Selatan Jawa, material tersebut tidak diendapkan pada bagian depan dari Sungai yang pada akhirnya membentuk delta, hal ini disekan karena kuatnya arus dan gelombang laut Pantai Selatan yang dapat mencapai 2-5 m serta arahnya yang berasal dari tenggara menyekan material terendapkan pada bagian Barat Sungai Opak.
3.      Hembusan Angin
     Sebelum pasir dapat terkikis dan dibawa terbang oleh angin. Pasir yang berada di pesisir masih dalam kondisi basah oleh sinar matahari ( bersuhu 20 antara 27oC). Pasir yang berada di pesisir Pantai Parangtritis akan mengalami proses pengeringan oleh sinar matahari berlangsung hingga 1 sampai 2 hari.
     Angin yang ada di Pantai Parangtritis berasal dari Samudera Hindia. Akan tetapi kekuatan angin di Pantai Parangtritis yang sangat kuat tersebut bukan hanya disekan oleh angin yang berasal dari Samudra Hindia. Dapat dilihat disebelah Selatan Pantai Parangtritis terdapat Tebing Agung berbatu kapur. Angin dari Samudra Hindia yang menuju tebing tersebut akan dibelokkan menuju Pantai Parangtritis. Disini akan terjadi pertemuan antara angin belokkan dari tebing dengan angin yang langsung dari Samudra Hindia, sehingga menyekan energi angin yang sangat kuat di Pantai Parangtritis. Kecepatan angin di Pantai Parangtritis mencapai 5,24 m/s dengan kemampuan untuk mengikis dan menerbangkan pasir berdiameter kurang dari 0,25 mm. Kecepatan angin tersebut mampu menerbangkan pasir sejauh 15,7 km dari tempat semula. Pasir tersebut akan diterbangkan dan mengikuti arah angin ke arah Barat laut kemudian pasir tersebut dijatuhkan atau menabrak pepohonan di pesisir Pantai Parangtritis dan sepanjang tepi Sungai Opak.  Proses diatas akan terjadi secara terus menerus hingga terbentuklah gumuk pasir atau sand dunes di Pantai Parangtritis.

5.      Tipe Tipe Gumuk Pasir di Pantai Parangtitis
     Tipe-tipe gumuk pasir di Pantai Parangtritis dipengaruhi oleh kerja dari angin dan keadaan alam sekitar. Angin yang berada di Pantai Parangtritis ada dua jenis yaitu angin yang berasal dari laut ke darat dan darat ke laut. Disepanjang pesisir Pantai Parangtritis terdapat banyak tumbuhan sebagai penghalang terbang butiran-butiran pasir. Adapun tipe-tipe gumuk pasir di Pantai Parangtritis sebagai berikut:
a. Gumuk Pasir tipe Memanjang (Longitudilnal Dunes)
     Gumuk pasir tipe memanjang (longitudinal dunes) adalah gumuk pasir yang berbentuk lurus dan sejajar satu sama lain. Arah dari gumuk pasir tersebut searah dengan gerakan angin. Gumuk pasir ini berkembang karena berubahnya arah angin dan terdapat celah diantara bentukan gumuk pasir awal, sehingga celah yang ada terus menerus mengalami erosi sehingga menjadi lebih lebar dan memanjang.
b. Gumuk Pasir tipe Bulan Sabit (Barchanoid Dunes)
Gumuk pasir ini bentuknya menyerupai bulan sabit dan terbentuk pada daerah yang banyak memiliki penghalang. Besarnya kemiringan lereng daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng daerah yang membelakangi angin, sehingga apabila dibuat penampang melintang tidak simetris. Ketinggian gumuk pasir barchan umumnya antara   5 – 15 meter. Gumuk pasir ini merupakan perkembangan, karena proses eolin tersebut terhalangi oleh adanya beberapa tumbuhan atau penghalang lainnya sehingga terbentuk gumuk pasir seperti ini dan daerah yang menghadap angin lebih landai dibandingkan dengan kemiringan lereng.

No
Tipe gumuk pasir
Jumlah
1
Memanjang
3
2
Bulan Sabit
7
Total
10


3. Parangwedang


         Hasil Kunjungan
Koordinat : 49 L 0426013 / UTM 9113307
Waktu : 01.15 PM
Cuaca : Cerah
Jumlah sumber air panas : ada 2 lubang yang kedalamannya sekitar
600 – 700 meter
Suhu air panas : 43 - 49˚ C di permukaan dan 115˚C di bawah permukaan
PH : netral yaitu 7 yang mengandung unsur sulfur
Vegetasi : Beringin (Ficus benjamina), Akasia (Acacia), Pisang (Musa paradisiaca), dan Jambu Mente (Anacardium occidentale)


Gambar 7. Sumber Air Panas Parangwedang


Pembahasan
     Menurut Idral, dkk (2008), pola struktur geologi yang terdapat di daerah Parangtritis sebagian besar berkaitan dengan gejala-gejala tektonik yang pernah berlangsung pada Java Trench dan pembentukan sistem pegunungan di selatan Jawa. Struktur yang ada di da-erah Parangtritis adalah Sesar Normal (Bantul, Bambang Lipuro dan Mudal), Sesar Mendatar (Parangkusumo, Soka Nambangngan dan Siluk) dan kekar-kekar, dengan orientasi sesar SE-NW dan NE-SW. Sesar Parangkusumo yang berarah N 300˚ W menunjam 80˚ ke baratdaya, merupakan sesar penting yang mengontrol munculnya Sumber Mata Air Panas Parangwedang
     Kondisi Keairan Sumber Air Panas Parangwedang, hidrogeologi daerah Parangtritis ditentukan oleh keadaan iklim dan geologi atau geomorfologi daerah tersebut. Atas dasar itu maka daerah Parangtritis dapat dibagi menjadi 3 satuan hidrogeologi.
1. Daerah yang dilalui Sungai Oyo dan sungai Opak dengan material endapan fluvial yang porous.
2. Daerah alluvial pantai dan gumuk-gumuk pasir, di mana hujan sebagian besar meresap ke dalam tanah yang porus menjadi airtanah.
3. Daerah topografi Karst di atas Perbukitan Sewu dengan kenam-pakan khusus, seperti berkembang-nya rongga-rongga pelarutan, aliran air yang tiba-tiba hilang serta sistem drainase bawah tanah.
     Di samping karakteristik hidrogeologi di atas, dijumpai mata air panas di Parangwedang yang merupakan fissure hot spring  akibat pengaruh Sesar Parangkusumo dan adanya airtanah yang terpanaskan oleh sumber panas (magma) atau yang berhubungan dengan gejala post volcanic. Batuan panas ini diperkirakan akibat intrusi batuan beku yang ada di sekitarnya.
     Berdasarkan pengamatan di lapangan ada 2 mata air panas yang muncul disertai gelembung - gelembung gas dan ditampung dalam kolam penampung air panas yang mempunyai luas 8 x 9 m, warna air di kolam tersebut hijau, dikarenakan banyaknya ganggang atau algae.
     Dari hasil pengukuran langsung di lapangan pada mata air panas tersebut bersuhu 44˚ C, tidak berwarna, sedikit asin, mempunyai pH kurang lebih 7,8 dengan kesadahan 1.795 mg/l.

     4. Parangendog
  

Gambar 8. Lokasi Parangendog
Hasil Kunjungan
Koordinat : 49 L 0426773 / UTM 9112764
Waktu : 13.40
Cuaca : Cerah Berawan
Vegetasi : Waru (Hibiscus tiliaceus), Pandan laut (Pandanus odorifer), dan Kelapa (Cocos nucifera)
Tipe : pantai dalam
Deskrifsi : Bongkah batuan di Parangendog akibat dari abrasi air laut yang timbul karena runtuhnya dinding pelapisan batuan sedimen (gamping).

 
Pembahasan
        Abrasi yang terjadi di kawasan karst membentuk bentuk lahan residual hasil proses marin (Mutaqin dkk, 2012). Bentukkan ini antaranya adalah stack (runtuhan batuan di dasar cliff), teras marin (marine terrace), pelataran pantai, gerongan pantai (marine nocth), dan pelengkung laut (sea arc). Keberadaan sesar dan kekar pada batuan gamping yang membentuk cliff menyekan adanya perbedaan resistensi batuan sehingga menyekan terbentuknya tanjung dan teluk. Energi gelombang yang datang menuju tanjung dan teluk tidaklah sama besar. Hal ini karena pada tanjung terjadi konvergensi gelombang yang menyekan terjadinya konsentrasi gelombang datang, sedangkan pada teluk terjadi divergensi gelombang sehingga tidak terjadi konsentrasi gelombang datang. Oleh karena itu, maka bentukkan yang terjadi pada keduanya menjadi berbeda, di mana pada teluk terbentuk gisik saku (pocket beach) akibat terjadinya deposisi marin dan pada tanjung terjadi proses erosi marin (abrasi).
        Pantai dengan morfologi teluk memiliki bahaya gelombang hempasan akibat refleksi gelombang. Gelombang refleksi ini tidak hanya dapat terjadi pada gelombang datang saja tetapi dapat pula terjadi pada gelombang tsunami yang sampai di teluk. Selain itu, pada morfologi teluk sering terjadi arus balik (rip current). Arus balik adalah aliran balik terkonsentrasi melewati jalur sempit yang mengalir kuat kearah laut dari zona empasan melintasi gelombang pecah hingga ada di laut lepas-pantai (Sunarto, 2003).
        Keterdapatan arus balik dipengaruhi oleh topografi lepas pantai yang umumnya terdapat di perairan pantai dengan tinggi gelombang pecah yang rendah dan di perairan dekat pantai yang mengalami pemencara gelombang akibat refraksi gelombang.
        Selain dapat terjadi di morfologi teluk, arus ini dapat terjadi pula di morfologi tanjung apabila terdapat gosong yang berbentuk bulan sabit (crescen-tic bar) yang sejajar dengan gisik pantai yang memiliki bentuk seperti bulan sabit (crescentic beach). Namun demikian, arus balik tidak akan terjadi apabila terdapat gosong lurus (linear bar) di depan pantai.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Institut Teknologi Yogyakarta

Tentang Jurusan Pertambangan Institut Teknologi Yogyakarta